OS Android sejak pertama kali dirilis selalu dikenal sebagai sistem operasi mobile yang terbuka dan memberikan kebebasan penuh kepada penggunanya. Berbeda dengan kompetitor utamanya, pengguna OS Android dapat memasang aplikasi dari berbagai sumber, melakukan kustomisasi mendalam, bahkan mengembangkan custom ROM sendiri. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Google sebagai pengembang Android mulai menerapkan berbagai kebijakan yang membuat sistem operasi ini semakin tertutup dan mirip dengan iOS.
Perubahan ini menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan pengguna, terutama para power user dan pengembang. Mengapa Google mengubah filosofi dasar yang selama ini menjadi keunggulan Android? Apakah ini demi keamanan atau semata-mata untuk kontrol yang lebih ketat? Artikel ini akan membahas tujuh alasan utama mengapa OS Android semakin tertutup dan kehilangan identitasnya sebagai platform terbuka.
Daftar Isi:
- 1. Pembatasan Sideloading Aplikasi
- 2. Program Verifikasi Pengembang Wajib
- 3. Pengurangan Dukungan AOSP
- 4. Penghapusan Source Code Kernel Pixel
- 5. Ketergantungan pada Google Play Services
- 6. Mempersulit Pengembangan Custom ROM
- 7. Kontrol Penuh atas Ekosistem
1. Pembatasan Sideloading Aplikasi pada OS Android
Salah satu fitur khas yang membedakan OS Android dengan iOS adalah kemampuan sideloading, yaitu memasang aplikasi di luar Google Play Store. Fitur ini memberikan kebebasan kepada pengguna untuk mengakses aplikasi dari berbagai sumber seperti F-Droid, APKMirror, atau langsung dari website pengembang. Namun, Google kini mulai membatasi kemampuan ini dengan berbagai alasan keamanan.
Menurut data yang dirilis Google, aplikasi yang dipasang melalui sideloading memiliki risiko malware hingga 50 kali lipat lebih tinggi dibandingkan aplikasi dari Play Store. Meskipun statistik ini terdengar mengkhawatirkan, banyak pengguna meragukan metodologi pengukuran tersebut. Faktanya, jutaan pengguna Android telah menggunakan sideloading selama bertahun-tahun tanpa masalah berarti, asalkan mereka berhati-hati dalam memilih sumber aplikasi. Untuk referensi lebih lanjut tentang keamanan aplikasi, Anda dapat mengunjungi Elli Byrne.
Dampak Pembatasan Sideloading
Pembatasan ini sangat merugikan pengguna yang mengandalkan aplikasi open-source atau FOSS (Free and Open Source Software). Banyak aplikasi berkualitas tinggi yang tidak tersedia di Play Store karena berbagai alasan, termasuk kebijakan Google yang ketat atau pilihan pengembang untuk tidak bergantung pada ekosistem Google. Dengan pembatasan sideloading, pengguna kehilangan akses ke alternatif-alternatif berkualitas ini.
2. Program Verifikasi Pengembang Wajib untuk OS Android
Google akan menerapkan program verifikasi pengembang wajib mulai fase uji coba tahun depan dan implementasi global pada 2027. Program ini mengharuskan semua pengembang yang ingin mendistribusikan aplikasi di luar Play Store untuk mendaftarkan diri dan menjalani proses verifikasi identitas. Kebijakan ini menciptakan paradoks: OS Android yang terkenal terbuka kini meminta semua pengembang untuk “meminta izin” bahkan ketika mereka tidak menggunakan infrastruktur Google.
Bagi pengembang besar dengan sumber daya memadai, verifikasi ini mungkin hanya prosedur administratif biasa. Namun, bagi pengembang independen dan komunitas open-source, ini menjadi hambatan serius. Banyak pengembang FOSS yang sangat menjaga privasi mereka dan tidak ingin memberikan data pribadi kepada korporasi besar seperti Google. Mereka kini dihadapkan pada pilihan sulit: menyerahkan data pribadi atau berhenti mengembangkan aplikasi.
Pengembang Kecil Terancam
Kebijakan verifikasi ini berpotensi menghilangkan ekosistem pengembang indie yang selama ini menjadi kekuatan OS Android. Aplikasi-aplikasi inovatif dari pengembang kecil yang tidak memiliki entitas bisnis formal akan kesulitan memenuhi persyaratan verifikasi. Ini akan mengurangi keberagaman aplikasi dan inovasi dalam ekosistem Android.
3. Pengurangan Dukungan AOSP dalam OS Android
AOSP (Android Open Source Project) adalah fondasi dari sifat open-source OS Android. Sejak awal, AOSP memungkinkan siapa saja untuk mengunduh kode sumber Android dan mengembangkan versi custom mereka sendiri. Dari sinilah lahir berbagai custom ROM populer seperti LineageOS, Paranoid Android, dan lainnya. Namun, Google kini mulai mengurangi komitmen mereka terhadap AOSP dengan berbagai cara yang halus namun signifikan.
Pengembang LineageOS, salah satu custom ROM paling populer, mengeluhkan bahwa Google tidak lagi memasukkan device tree untuk ponsel Pixel dalam build AOSP terbaru. Ini memaksa pengembang custom ROM untuk melakukan reverse-engineering, sebuah proses yang memakan waktu dan sumber daya yang sangat besar. Padahal sebelumnya, device tree Pixel sering menjadi referensi standar bagi pengembang custom ROM lainnya.
4. Penghapusan Source Code Kernel Pixel
Dalam langkah yang lebih mengejutkan, Google turut menghilangkan source code kernel Pixel dari repositori publik. Kernel adalah jantung dari sistem operasi, dan source code-nya sangat penting bagi pengembang custom ROM untuk mengimplementasikan fitur-fitur baru, update keamanan, dan optimisasi performa. Dengan hilangnya akses ke source code kernel Pixel, pengembang kehilangan referensi penting yang selama ini mereka andalkan.
Google berargumen bahwa pemisahan ini dilakukan agar AOSP menjadi lebih fleksibel dan tidak terlalu bergantung pada implementasi spesifik Pixel. Namun, banyak yang melihat ini sebagai langkah untuk mempersulit pengembangan custom ROM dan memperkuat kontrol Google atas ekosistem Android. Ironisnya, kebijakan ini bertentangan dengan semangat open-source yang selama ini menjadi identitas Android. Untuk memahami lebih lanjut tentang pengembangan aplikasi modern, kunjungi Elli Byrne.
5. Ketergantungan pada Google Play Services dalam OS Android
Seiring waktu, Google Play Services menjadi komponen yang semakin penting dalam ekosistem Android. Banyak aplikasi dan fitur kini bergantung pada Google Play Services untuk berfungsi dengan baik. Masalahnya, Google Play Services adalah komponen closed-source yang tidak termasuk dalam AOSP. Ini berarti custom ROM yang murni berbasis AOSP tidak dapat menjalankan banyak aplikasi populer tanpa melakukan workaround yang rumit.
Strategi ini secara efektif memaksa pengguna untuk tetap berada dalam ekosistem Google, bahkan ketika mereka menggunakan custom ROM. Pengembang custom ROM harus mengintegrasikan microG atau solusi serupa untuk meniru fungsionalitas Google Play Services, yang menambah kompleksitas dan potensi masalah kompatibilitas. Dengan demikian, OS Android yang seharusnya terbuka menjadi sangat terikat pada layanan proprietary Google.
6. Mempersulit Pengembangan Custom ROM

Selain mengurangi dukungan AOSP dan menghilangkan source code, Google juga menerapkan berbagai mekanisme keamanan yang secara tidak langsung mempersulit penggunaan custom ROM. SafetyNet (kini digantikan oleh Play Integrity API) adalah sistem verifikasi yang memeriksa apakah perangkat telah dimodifikasi. Banyak aplikasi banking, pembayaran digital, dan game online menggunakan sistem ini untuk mencegah pengguna dengan bootloader unlocked atau custom ROM mengakses layanan mereka.
Meskipun ada alasan keamanan yang valid di balik kebijakan ini, dampaknya sangat merugikan komunitas custom ROM. Pengguna yang memilih custom ROM bukan karena niat jahat, melainkan untuk mendapatkan pengalaman Android yang lebih baik, privasi yang lebih terjaga, atau untuk memperpanjang usia perangkat lama mereka. Dengan sistem verifikasi yang semakin ketat, pengguna custom ROM semakin terpinggirkan dan kehilangan akses ke aplikasi-aplikasi penting.
Solusi Workaround yang Tidak Berkelanjutan
Saat ini, komunitas custom ROM mengandalkan berbagai workaround seperti Magisk Hide, Universal SafetyNet Fix, dan lainnya untuk melewati deteksi SafetyNet atau Play Integrity API. Namun, ini adalah perlombaan kucing-tikus yang tidak berkelanjutan. Setiap kali Google memperketat sistem verifikasi, komunitas harus mencari solusi baru, dan tidak ada jaminan solusi tersebut akan terus bekerja di masa depan.
7. Kontrol Penuh atas Ekosistem OS Android
Semua kebijakan yang diimplementasikan Google mengarah pada satu tujuan: kontrol penuh atas ekosistem OS Android. Dengan membatasi sideloading, memperketat verifikasi pengembang, mengurangi dukungan AOSP, dan mempersulit custom ROM, Google secara efektif mengubah Android dari platform terbuka menjadi ekosistem tertutup seperti iOS. Perbedaannya, perubahan ini terjadi secara bertahap dan tersembunyi di balik alasan keamanan dan perlindungan pengguna.
Pertanyaan besarnya adalah: apakah pengguna memang menginginkan perubahan ini? Survei dan feedback dari komunitas menunjukkan bahwa banyak pengguna merasa dirugikan oleh kebijakan-kebijakan baru ini. Mereka yang memilih Android justru karena kebebasan dan keterbukaan yang ditawarkan, bukan untuk mendapatkan “iOS versi Google”. Namun, suara komunitas ini sering kali tidak didengar dalam proses pengambilan keputusan korporat.
Harapan dari Regulasi Eropa
Salah satu harapan terakhir untuk menghentikan tren ini terletak pada Digital Markets Act (DMA) di Uni Eropa. DMA dirancang untuk mencegah platform digital besar menyalahgunakan posisi dominan mereka dan mendorong persaingan yang sehat. Beberapa ketentuan dalam DMA berpotensi memaksa Google untuk membuka kembali Android dan memberikan lebih banyak pilihan kepada pengguna dan pengembang.
Komisi Eropa telah menunjukkan keseriusan mereka dalam mengatur perusahaan teknologi besar, termasuk menjatuhkan denda besar kepada Google dalam beberapa kasus antimonopoli. Jika DMA berhasil diterapkan secara efektif, ini bisa menjadi preseden bagi regulasi serupa di wilayah lain dan memaksa Google untuk meninjau kembali kebijakan mereka terhadap OS Android.
Kesimpulan
Transformasi OS Android dari platform terbuka menjadi ekosistem yang semakin tertutup adalah perubahan fundamental yang mengkhawatirkan banyak pengguna dan pengembang. Meskipun Google berargumen bahwa semua kebijakan ini demi keamanan pengguna, banyak yang melihatnya sebagai upaya untuk meningkatkan kontrol dan menghilangkan alternatif di luar ekosistem Google. Ketujuh alasan yang telah dibahas menunjukkan pola yang jelas: Android perlahan kehilangan identitasnya sebagai sistem operasi yang benar-benar terbuka.
Pertanyaan yang tersisa adalah: apakah masih ada jalan kembali? Atau apakah kita harus menerima kenyataan bahwa era Android terbuka telah berakhir? Jawabannya mungkin terletak pada kombinasi tekanan regulasi, perlawanan komunitas, dan kesadaran pengguna untuk tidak begitu saja menerima perubahan yang merugikan ini. Masa depan Android masih bisa diselamatkan, tetapi butuh upaya kolektif dari semua pihak yang peduli terhadap kebebasan digital dan inovasi terbuka.
